Next Post

80 Tahun Indonesia, Merdeka di Atas Kertas atau di Kehidupan Nyata?

Jakarta, 17 Agustus 2025, sorotantajam.com – Delapan dekade sudah Indonesia merdeka. Perjalanan panjang sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 bukan hanya catatan sejarah, melainkan kisah jatuh-bangun sebuah bangsa yang terus berusaha mewujudkan cita-cita kemerdekaan: melindungi segenap bangsa, mencerdaskan kehidupan, dan menyejahterakan rakyat.

Delapan puluh tahun bukanlah usia yang singkat. Indonesia pernah melewati masa sulit: pergolakan politik, krisis ekonomi, konflik sosial, hingga pandemi global. Namun hingga hari ini, negeri ini masih tegak berdiri. Pertanyaannya: apakah kemerdekaan yang diperjuangkan dengan darah dan air mata itu benar-benar sudah menghadirkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya?

Tantangan yang Masih Membentang

Momen 80 tahun kemerdekaan justru mengingatkan bahwa perjalanan bangsa ini masih panjang dan penuh pekerjaan rumah. Kesenjangan sosial-ekonomi masih nyata terasa; sebagian masyarakat hidup dalam kemewahan, sementara sebagian lain harus berjuang untuk sekadar memenuhi kebutuhan pokok.

“Di banyak daerah, akses terhadap pendidikan dan kesehatan masih jauh dari layak. Ini ironi setelah 80 tahun merdeka,” ujar Dr. Lestari Purnamasari, pengamat sosial Universitas Indonesia.

Korupsi tetap menjadi musuh laten yang sulit diberantas. Kasus-kasus besar kerap mencuat, namun jarang benar-benar memberi efek jera. Kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum pun sering goyah, membuat rakyat bertanya-tanya: sejauh mana keadilan bisa ditegakkan di negeri sendiri?

Menurut Baharuddin Kalla, aktivis antikorupsi di Makassar, “Kemerdekaan sejati itu artinya rakyat hidup tanpa takut ditindas oleh kekuasaan. Tapi selama hukum masih tajam ke bawah, tumpul ke atas, kita belum bisa bilang benar-benar merdeka.”

Di sisi lain, intoleransi dan polarisasi sosial semakin mengkhawatirkan. Media sosial yang semestinya menjadi ruang berbagi gagasan, justru sering berubah menjadi medan perpecahan.

“Bangsa ini bisa runtuh bukan karena perang, tapi karena warganya terpecah dari dalam. Inilah ancaman terbesar di era digital,” kata Seno Nugroho, budayawan sekaligus penulis esai kebangsaan.

Tak kalah penting, tantangan lingkungan hidup kini semakin mendesak. Perubahan iklim, kerusakan hutan, banjir, hingga polusi udara menjadi ancaman nyata yang tak bisa diabaikan.

Refleksi dan Harapan ke Depan

Peringatan 80 tahun kemerdekaan semestinya menjadi ruang refleksi, bukan sekadar pesta seremonial. Inilah saat untuk menengok kembali amanat para pendiri bangsa: bahwa kemerdekaan adalah pintu menuju kesejahteraan dan keadilan sosial.

Harapan kini bertumpu pada generasi muda, yang jumlahnya mendominasi penduduk Indonesia. Mereka adalah penentu arah bangsa menuju abad ke-2 kemerdekaan pada 2045 — yang kerap disebut sebagai Indonesia Emas. Namun, generasi ini juga menghadapi dilema besar: bagaimana menjaga semangat kebangsaan tanpa kehilangan daya saing global?

“Kalau generasi muda hanya disibukkan oleh tren dan konsumsi, mereka akan kehilangan arah. Padahal di tangan mereka, arah bangsa ini ditentukan,” ujar Prof. Indra Wirawan, sejarawan Universitas Gadjah Mada.

Delapan puluh tahun adalah usia matang untuk sebuah bangsa. Tetapi kemerdekaan sejati bukan sekadar bebas dari penjajahan, melainkan kemampuan berdiri tegak di atas kaki sendiri dengan penuh martabat.

Jika kemerdekaan hanya dinikmati sebagian kalangan, sementara sebagian lain tetap terpinggirkan, maka perjuangan bangsa ini sejatinya belum selesai.

“Peringatan 80 tahun ini hendaknya menjadi ruang refleksi bersama—bukan untuk menyalahkan siapa pun, melainkan sebagai pengingat bahwa cita-cita kemerdekaan hanya dapat diwujudkan apabila seluruh rakyat merasakannya”.

ST-Red

Related posts

Newsletter

Subscribe untuk mendapatkan pemberitahuan informasi berita terbaru kami.

Dirgahayu HUT-RI Indonesia ST 2
sul_Bengkel
5357377402916865720

Recent News